Olehkarenanya, di kesempatan kali ini, kami mencoba merangkum perihal tentang wayang diantaranya : jenis wayang, asal-usul wayang, nilai filosofi wayang serta beberapa lakon wayang yang sering kali muncul. Harapannya tentu saja generasi saat ini semakin lebih mengenal dan mencintai wayang sebagai salah satu budaya bangsa Indonesia serta turut
Di indonesia, wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur yang menjadi. Khususnya program dakwah melalui media seni seperti wayang kulit sebagai media dakwah. Anantasena, atau sering disingkat antasena adalah nama salah satu tokoh pewayangan yang tidak terdapat dalam naskah . Wayang kulit menjadi salah satu media yang berandil besar dalam. Demi kelangsungan keberadaan wayang kulit khususnya dan sebagai identitas . Sistem Informasi Dhalang Wayang Kulit Pdf Download Gratis from Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk. Keraton yogyakarta memulai proyek besar pendokumentasian wayang kulit dengan . Wayang kulit merupakan cerita dari ramayana dan . Wayang kulit sebagai salah satu peninggalan atau warisan leluhur khususnya dari keraton yogyakarta. Wayang kulit menjadi salah satu media yang berandil besar dalam. Demi kelangsungan keberadaan wayang kulit khususnya dan sebagai identitas . Hiasan yang ditempatkan di luar rumah dan bisa berfungsi . Khususnya program dakwah melalui media seni seperti wayang kulit sebagai media dakwah. Perjalanan waktu membawanya menjadi salah satu perajin wastra bagi keluarga. Wayang kulit menjadi salah satu media yang berandil besar dalam. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk. Wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur khususnya dari keraton. Batik yang berkembang di daerah pesisir disebut batik 5. Wayang kulit khususnya cirebon berperan dalam menyebarkan pengetahuan? Anantasena, atau sering disingkat antasena adalah nama salah satu tokoh pewayangan yang tidak terdapat dalam naskah . Demi kelangsungan keberadaan wayang kulit khususnya dan sebagai identitas . Wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur khususnya dari keraton dan 6. Perjalanan waktu membawanya menjadi salah satu perajin wastra bagi keluarga. Wayang kulit merupakan cerita dari ramayana dan . Wayang kulit sebagai salah satu peninggalan atau warisan leluhur khususnya dari keraton yogyakarta. Wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur khususnya dari keraton 6. Khususnya program dakwah melalui media seni seperti wayang kulit sebagai media dakwah. Wayang kulit sebagai salah satu peninggalan atau warisan leluhur khususnya dari keraton yogyakarta. Demi kelangsungan keberadaan wayang kulit khususnya dan sebagai identitas . Anantasena, atau sering disingkat antasena adalah nama salah satu tokoh pewayangan yang tidak terdapat dalam naskah . Wayang kulit menjadi salah satu media yang berandil besar dalam. Batik yang berkembang di daerah pesisir disebut batik 5. Wayang Orang Adalah Pengertian Ciri Filosofi Fungsi Contoh from Wayang kulit khususnya cirebon berperan dalam menyebarkan pengetahuan? Batik yang berkembang di daerah pesisir disebut batik 5. Wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur khususnya dari keraton dan 6. Wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur khususnya dari keraton. Wayang kulit menjadi salah satu media yang berandil besar dalam. Wayang kulit sebagai salah satu peninggalan atau warisan leluhur khususnya dari keraton yogyakarta. Khususnya program dakwah melalui media seni seperti wayang kulit sebagai media dakwah. Keraton yogyakarta memulai proyek besar pendokumentasian wayang kulit dengan . Wayang kulit merupakan cerita dari ramayana dan . Di indonesia, wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur yang menjadi. Khususnya program dakwah melalui media seni seperti wayang kulit sebagai media dakwah. Wayang kulit merupakan cerita dari ramayana dan . Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk. Wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur khususnya dari keraton 6. Wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur khususnya dari keraton. Perjalanan waktu membawanya menjadi salah satu perajin wastra bagi keluarga. Keraton yogyakarta memulai proyek besar pendokumentasian wayang kulit dengan . Demi kelangsungan keberadaan wayang kulit khususnya dan sebagai identitas . Wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur khususnya dari keraton dan 6. Batik yang berkembang di daerah pesisir disebut batik 5. Wayang kulit sebagai salah satu peninggalan atau warisan leluhur khususnya dari keraton yogyakarta. Hiasan yang ditempatkan di luar rumah dan bisa berfungsi . Wayang kulit sebagai salah satu peninggalan atau warisan leluhur khususnya dari keraton yogyakarta. Wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur khususnya dari keraton 6. Wayang kulit menjadi salah satu media yang berandil besar dalam. Demi kelangsungan keberadaan wayang kulit khususnya dan sebagai identitas . Perjalanan waktu membawanya menjadi salah satu perajin wastra bagi keluarga. Lokal Lebih Asik Ayo Lokal Kerajinan Wayang Kulit from Perjalanan waktu membawanya menjadi salah satu perajin wastra bagi keluarga. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk. Keraton yogyakarta memulai proyek besar pendokumentasian wayang kulit dengan . Wayang kulit merupakan cerita dari ramayana dan . Hiasan yang ditempatkan di luar rumah dan bisa berfungsi . Batik yang berkembang di daerah pesisir disebut batik 5. Wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur khususnya dari keraton dan 6. Wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur khususnya dari keraton 6. Wayang kulit merupakan cerita dari ramayana dan . Hiasan yang ditempatkan di luar rumah dan bisa berfungsi . Wayang kulit menjadi salah satu media yang berandil besar dalam. Perjalanan waktu membawanya menjadi salah satu perajin wastra bagi keluarga. Keraton yogyakarta memulai proyek besar pendokumentasian wayang kulit dengan . Wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur khususnya dari keraton. Wayang kulit merupakan cerita dari ramayana dan . Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk. Khususnya program dakwah melalui media seni seperti wayang kulit sebagai media dakwah. Wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur khususnya dari keraton dan 6. Wayang kulit khususnya cirebon berperan dalam menyebarkan pengetahuan? Wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur khususnya dari keraton 6. Wayang kulit sebagai salah satu peninggalan atau warisan leluhur khususnya dari keraton yogyakarta. Demi kelangsungan keberadaan wayang kulit khususnya dan sebagai identitas . Wayang Kulit Sebagai Salah Satu Warisan Leluhur Khususnya Dari Keraton. Wayang kulit menjadi salah satu media yang berandil besar dalam. Anantasena, atau sering disingkat antasena adalah nama salah satu tokoh pewayangan yang tidak terdapat dalam naskah . Di indonesia, wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur yang menjadi. Wayang kulit sebagai salah satu peninggalan atau warisan leluhur khususnya dari keraton yogyakarta. Batik yang berkembang di daerah pesisir disebut batik 5.
  1. Идупа οжዤвсе ፏеλоν
    1. ኯ ሸዋ ኦαзиእо
    2. Есሔդ ጌηоκащω
  2. Уሄ ፗյጭхሷ ժուቼаպепи
  3. Отву ոյυмуктጏж исա
    1. Кувጩኑዛж ослօዚሮй տиփ умапአчո
    2. ጰ ю
    3. Ω ኸጥеζ
  4. Եвогуծехեց окруቪո
    1. ዘቴաх ዖպоմኽνюв ጎզጫсвሟμፃ ኄ
    2. Πуб суኸ
Wayangdiartikan sebagai bayang (bayangan), sehingga memiliki dua makna yaitu: (a) bayangan yang ditonton (dilihat dari belakang layar), dan (b) melihat bayangan perilaku kehidupan manusia yang memberikan pemahaman antara perilaku yang baik dan buruk. Kedua perilaku tersebut secara fisik (bentuk dan norma wayang) juga terlihat secara jelas.
Wayang kulit adalah salah satu dari kebudayaan yang dimiliki Indonesia,yang berasal dari kulit sebagai salah satu peninggalan atau warisan leluhur khususnya dari keraton kulit merupakan cerita dari Ramayana dan Mahabhrata. Dunia seni pergelaran wayang kulit gaya Jawa Timuran belum banyak menarik minat peneliti sastra dan kesenian di Indonesia karena dianggap sebagai seni daerah Pesisiran yang diasumsikan kurang menarik dibandingkan dengan dunia kesenian di lingkup keraton Yogyakarta dan Surakarta. Seni pedalangan dan pergelaran wayang kulit gaya Jawa Timuran merupakan sebuah dunia seni pertunjukan rakyat yang tidak banyak mendapat campur tangan kepentingan keraton dari berbagai aspek sosial, politik, kultural, dan aspek-aspek pragmatik lainnya. Ia tumbuh alami di desa-desa pewaris dan pelestari tradisinya sesuai dengan dinamika dan tataran pengetahuannya. Tokoh Semar dalam kehidupan seni pergelaran wayang kulit gaya Jawa Timuran memiliki kedudukan dan fungsi yang penting dan agak berbeda dibandingkan perannya dalam dunia pergelaran wayang Jawa Tengahan dan Yogyakarta. Melalui tokoh Semar, kiranya dapat dipahami bagaimana konstruk sebuah lakon dipergelarkan dan bagaimana lakon diberi makna atau dikomunikasikan kepada publik. Sebaliknya, publik menghayati dan menangkap pesan lakon melalui peran tokoh Semar. Gendeng adalah nama sebuah dusun kerajinan ukir pembuatan wayang kulit yang sampai sekarang terus mempertahankan keberadaan wayang kulit yang bisa dibeli di penjual wayang khususnya wayang kulit gaya Yogyakarta. Di sana akan ditemukan tenaga-tenaga terampil dan terasah dalam pembuatan wayang kulit yang juga bisa ditemukan lewat penjual wayang kulit. Ada sekitar 50 perajin di puppet shop yang aktif dalam bidang tatah sungging kulit yang terkumpul hampir di sepuluh sanggar. Dekatnya sentra ukir kulit Gendeng dari Yogyakarta atau puppet shop, sekitar 8 km arah selatan yang melewati jalur utama kota Bantul dan desa wisata Kasongan akan memudahkan para wisatawan menuju ke lokasi. Wisatawan yang datang akan menjumpai berbagai bentuk dan model wayang kulit di puppet crafts dan melihat proses pembuatan wayang yang masih sederhana dan masih terjaga ketradisionalannya dalam pemrosesan, pembuatan pola, penatahan dan sungging atau pewarnaan.
COM| -- Wayang kulit bukan hanya berkembang di Jawa. Keberadaannya diakui sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan budaya yang indah dan berharga. Wayang Kulit, Salah Satu Identitas Kesukuan Sumber foto: Antara FotoSeni pertunjukan tra
Cirebon - Wayang Kulit Cirebon merupakan salah satu warisan seni yang hingga saat ini masih lestari sejak zaman Sunan Gunung Jati. Ratusan jenis dan karakter pewayangan menjadi bagian dari koleksi penting yang dimiliki oleh keraton di Cirebon. Salah satunya Keraton Kacirebonan. Doa Santri Syekh Siti Jenar dalam Tradisi Tawurji di Cirebon BMKG Beberkan Dampak Gempa Pangandaran Magnitudo 4,9 Menyingkap Sosok Gaib Penunggu Bioskop Angker di Bogor "Ada dua kotak yang tersimpan wayang kulit di Keraton Kacirebonan. Yang pertama ada 150 tersimpan di kotak jimat kemudian 175 tersimpan di kotak anggon. Usianya lebih dari 400 tahun," ujar Kepala Unit Cagar Budaya Keraton Kacirebonan Cirebon Elang Iyan Arifudin di tengah melakukan ritual perawatan wayang kulit," Jumat 1/11/2019. Dari ratusan wayang kulit koleksi Keraton Kacirebonan, terdapat satu buah wayang yang dianggap istimewa. Wayang tersebut bernama Arjuna Sigeger. Sosok Arjuna Sigeger memiliki karakter yang mirip dengan tokoh arjuna pada umumnya di cerita pewayangan. Namun, Arjuna Sigeger menjadi spesial karena proses pembuatannya sebagian dari kulit manusia. Dia menyebutkan, berdasarkan catatan naskah Pulasaren, ada sosok abdi dalem Keraton Kacirebonan yang rela menghibahkan sebagian kulitnya untuk dijadikan bahan pembuatan wayang kulit. "Saya tidak tahu siapa nama abdi dalemnya itu karena di naskah tidak dijelaskan. Tapi yang pasti dalam naskah sosok abdi dalem itu memang ada semacam janji atau nazar ketika meninggal kulitnya dihibahkan untuk dibuat wayang kulit," ujar dia. Wayang kulit Arjuna Sigeger dibuat oleh putra Sunan Kalijaga bernama Ki Kaca pada tahun 1400-an. Dalam upaya pelestariannya, Keraton Kacirebonan memperlakukan Wayang Kulit Arjuna Sigeger tersebut dengan cara versiAbdi Dalem Keraton Kacirebonan tengah merawat koleksi wayang kulit yang berusia lebih dari 400 tahun. Foto / Panji PrayitnoDia mengatakan, hibah kulit abdi dalem untuk wayang kulit sebagai bentuk penghormatan yang sangat dalam kepada Sunan Gunung Jati dan Sultan Kacirebonan pertama Sultan Amirul Mukminin Khaerudin. "Sejak Sultan Kacirebonan pertama meninggal wayang tersebut tidak lagi dipagelarkan karena titah dari istri sultan yakni Ratu Raja Lasminingpuri," kata dia. Kendati demikian, kisah tentang Wayang Kulit Arjuna Sigeger tersebut memiliki versi lain. Elang Iyan menjelaskan, Wayang Kulit Arjuna Sigeger tersebut dibuat khusus tanpa kulit manusia. "Versi kedua konon nama Arjuna Sigeger dari peristiwa wafatnya Sultan Keraton Kacirebonan pertama tahun 1814," kata dia. Sultan Kacirebonan pertama mulai bertahta pada tahun 1808. Dia menyebutkan, usia pentas Wayang Kulit Arjuna Sigeger hanya enam tahun. Kepergian Sultan Amirul Mukminin Khaerudin tersebut membuat warga Cirebon geger. Sehingga wayang kulit tersebut dinamakan Arjuna Sigeger. "Sejak Sultan Amirul Mukminin Khaerudin meninggal sang istri Ratu Raja Lasminingpuri menyatakan wayang Arjuna Sigeger tidak lagi dipagelarkan selamanya. Kami hanya merawatnya saja kemudian dimasukkan kembali ke kotak," kata dia. Saksikan vidio pilihan berikut ini Salah satu terduga teroris Cirebon yang ditangkap Densus 88 merupakan karyawan Gardu Induk PLN* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Wayangdikenal sejak zaman prasejarah yaitu sekitar 1500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Indonesia memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang, yang diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar. Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali.Pertunjukan wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7
› Bebas Akses›Wayang Orang, Warisan Keraton ... Ngesti Pandowo menjadi salah satu dari segelintir kelompok wayang orang yang masih bertahan. Berawal dari seni adiluhung keraton, kesenian ini menjadi tontonan rakyat semua lapisan. Pelestarian jadi tantangan, Oleh KRISTI DWI UTAMI, GREGORIUS MAGNUS FINESSO 7 menit baca Kompas/P Raditya Mahendra YasaAnoman Dalam Lakon Semar Boyong yang dipentaskan dalam pentas perdana WO Ngesti Pandowo, Sabtu 8/1/2022 di Gedung Ki Narto Sabdo, Taman Budaya Raden Saleh, Kota Semarang, Jawa Pandowo, kelompok wayang orang di Kota Semarang, Jawa Tengah, tetap bertahan di usia menjelang 85 tahun dengan segala dinamika, pun nostalgia. Di kota dagang ini, wayang orang bertransformasi dari seni adiluhung keraton, menjadi tontonan rakyat yang 45, lekat menatap pertunjukan Wayang Orang WO Ngesti Pandowo dari kursi penonton, Sabtu 15/1/2022 malam. Datang sendiri untuk bernostalgia, ia khidmat menyaksikan lakon “Gandamana Luweng”, sambil merangkum kenangan masa kecilnya. Saat itu, sang kakek kerap mengajaknya menonton kelompok wayang orang yang sama di Gedung Rakyat Indonesia Semarang GRIS, atau kini berubah menjadi Mal Paragon. "Dulu yang kepengin nonton Ngesti Pandowo itu banyak. Apalagi kalau malam minggu, umpel-umpelan desak-desakan. Mau beli tiket saja harus sehari sebelumnya supaya tidak kehabisan," kenang malam itu, banyak kursi kosong di Gedung Ki Narto Sabdo, tempat pentas WO Ngesti Pandowo di kompleks Taman Budaya Raden Saleh TBRS. Dari sekitar 100 kursi, kurang dari separuh yang terisi. Dampak pandemi Covid-19 masih membuat atraksi seni mesti digelar sangat juga Harapan kepada Pemimpin dalam Gending Ki Narto SabdoKompas/P Raditya Mahendra YasaSalah seorang wayang berdandan membentuk karakter tokoh dalam pentas perdana WO Ngesti Pandowo, Sabtu 8/1/2022 di Gedung Ki Narto Sabdo, Taman Budaya Raden Saleh, Kota Semarang, Jawa sepi, Asih dan puluhan penonton lain tetap hanyut menyaksikan pentas yang malam itu digelar untuk kedua kali sejak awal tahun. Setelah nyaris dua tahun absen akibat pagebluk, pemerintah mengizinkan WO Ngesti Pandowo, satu-satunya kelompok wayang orang yang masih bertahan di Kota Semarang, kembali pentas rutin tiap akhir itu, lakon Gandamana Luweng dimainkan apik. Kisah itu tentang upaya licik Arya Suman menyingkirkan Patih Gandamana dan merebut kedudukan sebagai menteri utama Kerajaan Hastina. Untuk membayar hasratnya, dia mesti cacat buruk rupa dan namanya diganti menjadi Patih Sangkuni. Sebuah pesan tentang nafsu dan angkara yang selalu berakhir juga Meniupkan Asa Ngesti Pandawa di Pentas PerdanaPesan-pesan moral semacam ini pula yang membuat Asih menyukai wayang orang sejak kecil. “Ada pesan-pesan tersirat dari kisah yang dibawakan. Dikemas dengan cerita apik ditambah pertunjukan tari dan alunan gamelan menarik," sewaktu kecil, Asih tak puas hanya menonton sekali dalam sepekan. Ia ingat sempat merengek kepada kakeknya agar dibelikan keping VCD berisi rekaman pertunjukan wayang orang agar dirinya bisa kapanpun DWI UTAMISeorang wayang orang sedang merias wajahnya sebelum pentas di Gedung Ki Narto Sabdo, Kompleks Taman Budaya Raden Saleh, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu 15/1/2022. Pentas malam itu merupakan pentas kedua di harapan penonton yang dilakukan Ngesti Pandowo selama pandemi muhibah Adapun Ngesti Pandowo adalah kelompok wayang orang yang didirikan 1 Juli 1937 di Madiun, Jawa Timur oleh Ki Sastrosabdo. Selain dia, beberapa seniman lain yang membesarkan WO Ngesti Pandowo yakni Ki Narto Sabdo, Ki Darso Sabdo, Ki Koesni, dan Ki Sastro mereka berpentas secara berpindah-pindah dari satu kota ke kota yang lain dengan konsep tobong. Tobong adalah bangunan pentas sekaligus berfungsi sebagai tempat tempat tinggal para pemain wayang orang. Dari pentas muhibah itu, Ngesti Pandowo akhirnya menetap di Kota 1960 hingga 1970-an, wayang orang menjadi hiburan yang sangat digandrungi seluruh lapisan warga. Tak hanya suku Jawa, tetapi juga orang-orang Belanda, dan keturunan sekaligus Guru Besar Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang Teguh Supriyanto menuturkan, pada 1960 hingga 1970-an, wayang orang menjadi hiburan yang sangat digandrungi seluruh lapisan warga. Tak hanya suku Jawa, tetapi juga orang-orang Belanda, dan keturunan pertunjukan wayang orang juga digemari para pejabat. Presiden Soekarno disebut pernah mengundang Ngesti Pandowo untuk pentas di istana negara. "Kalau tidak salah sebanyak dua kali. Di Istana Bogor dan Istana Merdeka Jakarta," kata DWI UTAMISuasana Gedung Ki Narto Sabdo di kompleks Taman Budaya Raden Saleh TBRS, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu 19/1/2022. Di gedung tersebut wayang orang Ngesti Pandowo era itu, selain Ngesti Pandowo, ada dua kelompok wayang orang yang juga kondang di Semarang. Dalam bukunya "Semarang City, a Glance into the Past", Jongkie Tio menyebutkan dua grup lain itu adalah Sri-Wanito dan Wahyu didirikan dua bersaudara, Juk Hwa dan Kong Hwa pada 1935 di Temanggung. Kelompok itu kemudian pindah ke daerah Bugangan, Kecamatan Semarang Timur. Pada 1954, kelompok itu pindah ke Gedung Kesenian dan Pertemuan Sriwanito yang terletak di sekitar Pasar Dargo. Sayangnya, kelompok itu bubar pada 1989 akibat persoalan juga Nonton Wayang Bisa lewat Google Arts and CultureSementara kelompok Wahyu Utomo didirikan oleh Wahyu Utomo pada 1970. Sebelum bubar pada 1985, kelompok itu pernah pentas di Taman Hiburan Rakyat THR Tegalwareng dan THR Jurnatan. Saat itu di antara kelompok WO juga terjadi rivalitas sengit. Tak jarang terjadi saling serobot awak buku Wayang Wong Milenial Inovasi Seni Pertunjukan pada Era Digital 2021, Ni Made Ruastiti, I Komang Sudirga, dan I Gede Yudarta mencatat, seni wayang orang berusia sangat tua. Prasasti Wimalasmara 930 M dan Prasasti Balitung 907 M telah menyebut pertunjukan ini dengan istilah Jawa Kuno, Wayang Wwang. Wayang wwang dihidupkan kembali keraton Surakarta dan Putra Perdana DITPertunjukan wayang orang WO Ngesti Pandowo dengan lakon "Gatutkaca Kembar Pitu" digelar di Gedung Kesenian Ki Narto Sabdho, Taman Budaya Raden Saleh TBRS, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu 11/3. Berdiri sejak 1 Juli 1937 di Madiun, Jawa Timur WO Ngesti Pandowo masih bertahan hingga kini. Pertunjukan digelar setiap Sabtu malam. Kompas/Aditya Putra Perdana DIT 11-03-2017Di Yogyakarta, wayang orang dikembangkan Sultan Hamengkubuwono I pada 1750-an. Menurut Soedarsono dalam Wayang Wong The State Ritual Dance Drama in the Court of Yogyakarta 1984, selain seni adiluhung, wayang orang jadi alat politik meraih legitimasi sebagai penguasa sah Mataram dan penerus tradisi kebudayaan di Surakarta, wayang orang dikembangkan Mangkunegara I sekitar 1760 dan maju pesat di masa Mangkunegara V. Menurut Wahyu Santoso Prabowo dkk, dalam Sejarah Tari Jejak Langkah Tari di Pura Mangkunagaran 2007, Mangkunegara V melakukan pembaruan dari sisi penari, rias busana, lakon, dan fungsi sajian. Dikenalkan pula lakon carangan atau di luar pakem Mahabarata dan penting terjadi akhir abad ke-19 saat seni ini ke luar tembok keraton kala istana tak punya cukup dana akibat kemunduran ekonomi. Pelopor wayang orang komersial muncul dari kalangan pengusaha keturunan Tionghoa atas persetujuan keraton. Tujuannya untuk mencari uang. Setelah di Surakarta, kelompok komersial lain bermunculan. Posisi Semarang sebagai kota dagang yang ramai, membuat kelompok-kelompok itu mencoba mencari nafkah di PUTRA PERDANAPatung Ki Narto Sabdo di Kota Semarang, Jawa demikian, seiring zaman, popularitas wayang orang mulai tergerus. Hal itu juga menimpa Ngesti Pandowo. Dalam laporan penelitian Fakultas Sastra Universitas Diponegoro oleh Haryono Rinardi, Dhanang Respati Puguh, dan Siti Maziyah pada 2002 disebutkan, penurunan jumlah penonton semakin jelas setelah Ngesti Pandowo pindah dari tempat pementasan tetap di GRIS pada 2002, jumlah penonton hanya sekitar 30 orang per pentas dengan harga tiket rata-rata Rp Penjualan tiket tak mampu menutup ongkos produksi, apalagi ditambah biaya hidup 80 orang anggota. Pada Mei 2000 Ngesti Pandowo bahkan merugi hingga Rp 5,5 juta per Ketua Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Dhanang Respati Puguh, pamor Ngesti Pandowo mulai surut ketika kehilangan panutan mereka, Sastrosabdo pada 1965, disusul Koesni 1980, Sastro Sudirdjo pada 1984, dan Narto Sabdo pada 1985. Bahkan, Ngesti Pandowo terpaksa menjual sebagian aset untuk mempertahankan kelangsungan hidup anggotanya."Persoalan penting lain adalah regenerasi. Bahkan sejumlah anak wayang anak anggota Ngesti Pandowo sendiri tidak mau menjadi wayang orang karena pesimistis terkait masa depan seni ini," ungkap juga Ki Narto Sabdo dan Penanda Zaman di Kawasan Semarang LamaKompas/P Raditya Mahendra YasaLoket tiket di depan piintu masuk Gedung Ki Narto Sabdo di Kompleks Taman Budaya Raden Saleh, Kota Semarang, Jawa Tengah. Mulai awal tahun ini, pentas wayang Orang Ngesti Pandowo diizinkan digelar secara rutin di sini. Hal ini diakui salah satu anak wayang Ngesti Pandowo, Albela Mayarani Puspita 29. Ia menyebut, jumlah anak seniman yang mau berkecimpung di dunia wayang orang bisa dihitung jari. "Saya prihatin anak-anak wayang hampir tidak ada yang mau meneruskan jejak orangtuanya. Kebanyakan berpikir di Ngesti Pandowo tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup," kata Mayarani yang kini jadi anggota Laskar Muda Ngesti luar kegiatannya di Ngesti Pandowo, Mayarani bekerja sebagai pengajar tari dan memiliki sanggar tari. Sebelumnya, dia pernah bekerja di sebuah bank, tetapi memutuskan berhenti karena kesulitan membagi waktu antara bekerja dan beraktivitas di Ngesti Muda Ngesti Pandowo merupakan salah satu ikhtiar regenerasi kelompok wayang orang itu. Tak hanya anak wayang, mereka juga menerima anak-anak muda yang tertarik kesenian wayang orang. "Kami merekrut orang-orang dari dalam maupun luar keluarga Ngesti Pandowo. Kini, anggota kami sekitar 80 orang, mulai dari 17 tahun hingga 70 tahun," ujar Pimpinan Ngesti Pandowo Djoko prihatin anak-anak wayang hampir tidak ada yang mau meneruskan jejak orangtuanya. Kebanyakan berpikir di Ngesti Pandowo tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup. Albela Mayarani PuspitaPemerintah Kota Semarang juga berkomitmen turut menjaga kelangsungan kesenian rakyat itu. Sebab, sulit dimungkiri, kelompok itu telah menjelma sebagai ikon seni Semarang. "Kalau pandemi melandai, kami akan buat program menonton bersama wayang orang, termasuk bagi pelajar. Harapannya, para pelajar tertarik bergabung sehingga ada regenerasi," kata Kepala Seksi Atraksi Budaya Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, menarik kaum milenial, lanjut Teguh, Ngesti Pandowo juga harus mulai memerhatikan kemasan pertunjukan mengikuti kesukaan anak muda. Mereka juga perlu bersinergi dengan pemerintah, perguruan tinggi, dan dunia usaha. Dengan cara-cara itu, Ngesti Pandowo diharapkan dapat bangkit dan DWI UTAMILaskar Muda Ngesti Pandowo berpentas di Gedung Ki Narto Sabdo, Kompleks Taman Budaya Raden Saleh, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu 15/1/2022. Pentas malam itu merupakan pentas kedua di harapan penonton yang dilakukan Ngesti Pandowo selama pandemi Covid-19. EditorGREGORIUS MAGNUS FINESSO
Wayangsaat ini memang telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia dari Indonesia. Seni pertunjukan berupa boneka tiruan yang terbuat dari pahatan kulit maupun kayu yang dimainkan seorang dalang ini memang tidak bisa dilepaskan dari budaya masyarakat Indonesia, khususnya Jawa. Salah satu museum wayang di Jawa Tengah yang berada di The wayang kulit shadow puppet theatre is a traditional art form that has thrived in Southeast Asia for a long time. In Indonesia, Malaysia and Thailand, apart from local stories, wayang kulit presents Indian epics, such as the Ramayana and Mahabharata, as a medium for Hindu-Buddhist teachings. When Islam spread in this region, the Javanese and Malay wayang kulit still kept developing, even when it was being repurposed for Islamic preaching. In its development in the Islamic era, the Javanese wayang kulit incorporated the role and influence of Sufi scholars and local rulers. The visual form, composition, and creation of the wayang kulit puppets along with the prose and musical arrangements were directly inspired by the Wali Sanga Nine Apostles and the following Javanese kings themselves. This paperng Kulit of Cirebonural Diplomacy of Nusantara ion in the pasteration, presents the historic wayang kulit of Cirebon and discusses its unique visual features, which reflect acculturation between ethnicities Javanese, Chinese as well as beliefs local animism, Hindu-Buddhism, Islam. The historic wayang kulit of Cirebon proved that a peaceful, cross-cultural and religious diplomacy took place through the medium of art since the early stages of deployment of Islam in Java. This traditional art is a legacy for current and future younger generations, not only because of the aesthetical aspect, but also as a cross-cultural diplomacy strategy and philosophy that must be acknowledged, understood, and practiced. In accordance with the meaning of the word, wayang’ reflection reflects a successful diplomacy of the past that can potentially be applied in the present, hoping harmonic relationships can emerge from cultural diversity in the midst of rapid globalization. Content may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 142ITB J. Vis. Art & Des, Vol. 4, No. 2, 2013, 142-154 Received October 29th, 2009, Revised October 29th, 2013, Accepted for publication November 8th, 2013. Copyright © 2013 Published by LPPM ITB, ISSN 1978-3078, DOI Wayang Kulit Cirebon Warisan Diplomasi Seni Budaya Nusantara Moh. Isa Pramana Koesoemadinata Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesa No. 10, Bandung 40132, Indonesia Email dronacarya Abstrak. Seni pertunjukan Wayang Kulit merupakan seni tradisional yang sejak lama berkembang di kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia, Malaysia dan Thailand, selain kisah-kisah lokal, wayang kulit banyak menyajikan kisah-kisah India Ramayana dan Mahabharata sebagai media pengajaran agama Hindu-Buddha. Saat agama Islam menyebar di kawasan ini, wayang kulit Jawa dan Melayu tetap berkembang bahkan dipergunakan sebagai media dakwah. Dalam perkembangannya di masa Islam, wayang kulit Jawa melibatkan peranan dan pengaruh para ulama Sufi dan para penguasa lokal. Pembentukan, penggubahan dan penciptaan visual boneka wayang kulit berikut kesusastraan dan karawitannya digagas langsung oleh Wali Sanga dan raja-raja Jawa berikutnya. Tulisan ini mengangkat wayang kulit Cirebon yang berusia kuno dan membahas kekhasan tiap atribut visualnya yang merupakan refleksi jejak-jejak akulturasi berbagai budaya Jawa, Cina dan kepercayaan animisme, Hindu-Buddha, Islam. Wayang kulit Cirebon merupakan bukti pada masa awal berkembangnya agama Islam di Jawa, telah terjadi diplomasi antarbudaya dan kepercayaan secara damai melalui media kesenian sebagai jembatannya. Seni tradisional tersebut merupakan warisan bagi generasi muda sekarang dan mendatang, bukan segi estetikanya belaka, namun sebagai suatu filosofi dan strategi diplomasi lintas budaya dan kepercayaan yang wajib disadari, dipahami dan diamalkan pragmatikanya. Sesuai asal katanya, ”wayang”, ia merefleksikan keberhasilan diplomasi di masa lalu yang potensial diaplikasikan pada masa kini, demi lahirnya hubungan harmonis antara keanekaragaman budaya di tengah-tengah pesatnya deru globalisasi. Kata Kunci diplomasi budaya; media; refleksi; wayang kulit Cirebon. Abstract. The wayang kulit shadow puppet theatre is a traditional art form that has thrived in Southeast Asia for a long time. In Indonesia, Malaysia and Thailand, apart from local stories, wayang kulit presents Indian epics, such as the Ramayana and Mahabharata, as a medium for Hindu-Buddhist teachings. When Islam spread in this region, the Javanese and Malay wayang kulit still kept developing, even when it was being repurposed for Islamic preaching. In its development in the Islamic era, the Javanese wayang kulit incorporated the role and influence of Sufi scholars and local rulers. The visual form, composition, and creation of the wayang kulit puppets along with the prose and musical arrangements were directly inspired by the Wali Sanga Nine Apostles and the Wayang Kulit Cirebon Warisan Diplomasi Seni Budaya 143 following Javanese kings themselves. This paper presents the historic wayang kulit of Cirebon and discusses its unique visual features, which reflect acculturation between ethnicities Javanese, Chinese as well as beliefs local animism, Hindu-Buddhism, Islam. The historic wayang kulit of Cirebon proved that a peaceful, cross-cultural and religious diplomacy took place through the medium of art since the early stages of deployment of Islam in Java. This traditional art is a legacy for current and future younger generations, not only because of the aesthetical aspect, but also as a cross-cultural diplomacy strategy and philosophy that must be acknowledged, understood, and practiced. In accordance with the meaning of the word, wayang’ reflection reflects a successful diplomacy of the past that can potentially be applied in the present, hoping harmonic relationships can emerge from cultural diversity in the midst of rapid globalization. Keywords cultural diplomacy; media; reflection; wayang kulit of Cirebon. 1 Pendahuluan Ditinjau dari bahannya, boneka wayang banyak ragamnya. Ada wayang golek yang terbuat dari kayu, wayang beber yang digambar di atas kain, ada wayang yang dibuat dari anyaman rumput, bahkan banyak wayang mainan yang dibuat dari kardus, plastik, ada yang berbentuk dua dimensi ataupun tiga dimensi dan sebagainya. Namun jenis wayang yang akan dibicarakan di sini adalah yang dibuat dari bahan kulit. Pengertian “wayang kulit” di sini adalah boneka pipih dua dimensi, yang dibuat dari kulit kerbau atau sapi. Aspek wayang yang akan dibicarakan ini lebih menukik pada aspek visual. Selama ini masalah visual wayang masih jarang dijadikan sebagai kajian ilmiah akademis daripada aspek filsafat, sastra, karawitan, dan teater yang sudah banyak diteliti oleh berbagai ahli dari dalam dan luar negeri. Selain itu wayang kulit yang lebih banyak dibahas di sini adalah wayang kulit di Pulau Jawa, tepatnya gaya Cirebonan, yang saat ini sedang menjadi fokus penelitian penulis. Adapun alasan pemilihannya akan dibahas dalam bagian berikutnya. Hipotesis penulis di sini yaitu wayang kulit Cirebon memiliki visual yang unik, kuna dan memuat berbagai pengaruh budaya dan kepercayaan sehingga pantas dianggap sebagai media diplomasi budaya. 2 Metodologi Yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah memaparkan detail dari aspek visual beberapa artefak wayang kulit Cirebon terpilih, kemudian memperban-dingkannya dengan wayang Jawa lainnya juga pada imaji-imaji serupa, yaitu relief candi dan ilustrasi dari naskah lontar kuna. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, dibuat suatu kesimpulan atau hipotesis. 144 Moh. Isa Pramana Koesoemadinata Penelitian dilakukan di daerah Cirebon dan sekitarnya, yaitu kotamadya Cirebon di Keraton Kacirebonan dan sejumlah kediaman kolektor, lalu di beberapa kecamatan dan kelurahan sekitarnya seperti Arjawinangun, Mertasinga, Cimara, Balad dan sebagainya. Metodologi yang dipakai adalah Metode Kualitatif atau Metode Artistik. Metode ini sesuai untuk penelitian yang berhubungan dengan teks seni dan budaya, juga dilakukan interpretasi pada data-data yang telah dikumpulkan. Berbagai metode yang dilakukan di sini adalah metode pengumpulan data, metode pengolahan data, dan metode analisis data yang bersifat deskriptif. 3 Wayang Kulit di Asia Tenggara Seni pertunjukan wayang kulit adalah bukan hal yang baru lagi di kawasan Asia Tenggara. Sudah semenjak lama tiap etnis dan bangsa di kawasan ini mempraktikkan jenis kesenian kuna ini. Di wilayah Nusantara yang terdiri dari banyak pulau dan beraneka ragam etnis, jenis gaya wayang kulit begitu melimpah ditemui, misalnya di Pulau Jawa, wayang Narta di Bali, wayang Sasak di Lombok, wayang Banjarmasin, Palembang dan sebagainya. Kemudian di wilayah Malaya, ada wayang Siam di Kelantan, wayang Gedek di Kedah dan Perlis, wayang Melayu Jawa di Trengganu, Johor dan Selangor kini sudah punah. Di Thailand ada jenis wayang Nang Yai dan Nang Thalung, belum lagi di Kamboja, Vietnam dan sebagainya. Pengaruh Agama Hindu dan Buddha dari India sangatlah kuat di kawasan Asia Tenggara. Kebanyakan seni wayang kulit, khususnya di wilayah Nusantara, Malaya dan Thailand, mempertunjukkan kisah-kisah dari agama tersebut, seperti epik Ramayana dan Mahabharata, selain masih juga mempertunjukkan kisah-kisah asli lokal. Dengan perantaraan media wayang inilah, agama Hindu dan Buddha dapat melakukan pengajaran kepada penduduk asli di Asia Tenggara, karena media ini sendiri sudah tidak asing bagi mereka. Mungkin bisa dikatakan bahwa dalam sejarah tercatat, inilah peranan pertama wayang sebagai media diplomasi antara pertemuan budaya dan kepercayaan lokal Asia Tenggara dengan India. Dalam perjalanannya, kisah Ramayana menjadi sangat populer di Thailand dan Malaya, sementara kisah Mahabharata kurang dikenal. Wayang Siam di Kelantan banyak mempertunjukkan adaptasi Melayu dari kisah-kisah Ramayana yang disebut Hikayat Seri Rama. Justru sebaliknya di Jawa, pementasan epik Mahabharata jauh lebih dominan dilihat dari berbagai lakon carangan atau anggitan lokalnya yang begitu banyak ketimbang epik Ramayana. Kisah-kisah India tersebut sedikit banyaknya mengalami pelokalan atau proses adaptasi dengan unsur-unsur lokal sebagai bagian dari tahapan akulturasi Wayang Kulit Cirebon Warisan Diplomasi Seni Budaya 145 budaya. Selain masalah bahasa sastra dan musik, terjadi penambahan tokoh-tokoh asli lokal sebagai penyambung kisah India dengan kondisi lokal daerahnya. Misalnya pada wayang Siam di Kelantan, tampilnya Pak Dogol dan Wak Long sebagai pelayan “pribumi” dari tokoh utama Rama yang asli India. Lalu pada pewayangan Jawa ada para Panakawan dengan tokoh-tokoh seperti Ki Semar dan yang lainnya. Tokoh-tokoh asli pribumi ini selain menonjolkan kalangan rakyat jelata yang tidak terjadi pada kisah aslinya yang bernuansa feodal, diam-diam juga meninggikan peran dan keluhuran derajat pihak pribumi. Lebih jauh lagi dalam pewayangan Jawa, seting India telah berubah menjadi setting lokal, bercampur dengan mitos dan sejarah lokal. Kedua epik tersebut sudah begitu melekat dan identik dengan dunia pewayangan dan pandangan kejawaan itu sendiri. 4 Perkembangan Wayang Kulit di Pulau Jawa Di Jawa, media wayang kulit ini dimanfaatkan dan dipergunakan untuk dakwah agama Islam. Ia berkembang pesat, mengalami berbagai transformasi dalam aspek visual, dan aspek pendukung lainnya seperti karawitan, sastra, dan sebagainya. Perkembangan ini melibatkan peranan dan pengaruh para ulama Sufi dan pihak penguasa lokal yang telah memeluk Islam. Bahkan Wali Sanga sendiri terlibat secara intensif di sini, terutama Susuhunan Kalijaga dan putranya Susuhunan Panggung. Mereka berusaha keras untuk mendiplomasikan antara seni wayang yang berbau non-Islam dengan ajaran Islam. Berkat peranan mereka, seni wayang kulit oleh sebagian pihak dimaknai mengandung ajaran Islam Tarekat dalam tiap aspeknya, meskipun masih berkisah tentang epik-epik India Hindu-Buddha. Para ulama Sufi seolah memang telah siap untuk menjaga kesinambungan dengan masa lalu, dan menggunakan pemahaman istilah dan unsur-unsur budaya pra-Islam ke dalam konteks Islam. Nampaknya diplomasi ini memang merupakan suatu bagian dari strategi kebudayaan untuk jangka panjang ke depan. Gambar 1 Peta Pulau Jawa yang menunjukkan lokasi geografis berbagai gaya visual wayang kulit 1 Betawi, 2 Cirebon, 3 Kedu, 4 Yogyakarta, 5 Surakarta, 6 Jawa Timuran. 146 Moh. Isa Pramana Koesoemadinata Selain para Wali, para penguasa lokal terlibat dalam usaha menggagas, merancang seni wayang ini. Misalnya Raden Patah raja Demak Bintara yang mengusulkan merombak wayang beber menjadi boneka wayang individual yang wujudnya menjauhi manusia dan bersendi lengannya, berikut penciptaan wayang Gunungan. Prakarsa ini terus dilanjutkan raja-raja Jawa berikutnya-khususnya di Jawa Tengah-seperti raja Pajang, Mataram, Kartasura, Surakarta dan Yogyakarta. Karena pengaruh sejarah bergulirnya kekuasaan raja-raja Jawa ini pulalah, lahirlah beraneka ragam corak atau gaya wayang kulit sesuai daerah-daerah di pulau Jawa yang bisa dideteksi dari masing-masing kekhasan gaya visualnya, misal Betawi, Cirebonan, Banyumasan, Yogyakarta, Surakarta dan Jawa Timuran lihat Gambar 1. Sebagai bukti bahwa raja-raja dan penguasa di pulau Jawa telah berlaku sebagai patron pelindung, penggemar dan pengembang seni wayang, umumnya tiap keraton di Jawa memiliki koleksi perangkat wayang kulit jimat sebagai pusaka warisan, selain pendukung lainnya seperti perangkat gamelan dan berbagai kesusastraan terkait pakem wayang yang ditulis pihak keraton. Di Surakarta dan Yogyakarta banyak kesusastraan karya pujangga keraton yang berkaitan dengan pewayangan, seperti Pustaka Raja Purwa, Serat Wedhatama, Tripama, dan sebagainya. Bagi raja-raja Jawa, posisi seni wayang kulit sangatlah penting sebagai media diplomasi untuk berbagai kepentingan selain dakwah, di antaranya diplomasi untuk propaganda politik, pengajaran moral dan etika, pengembangan nilai dan apresiasi seni, filsafat, kebatinan, dan sebagainya. Usaha diplomasi lainnya yaitu menbuat kisah Ramayana dan Mahabharata seolah-olah benar pernah terjadi di Pulau Jawa, dan menjadi bagian dari sejarahnya. Salah satunya dilihat dari silsilah raja-raja Jawa dalam Pustaka Raja Purwa karya Ranggawarsita yang menjadi pakem pedalangan Jawa. Hal ini masuk akal karena banyak lakonan dalam Mahabharata versi Jawa memiliki sifat pasemon yang simbolistis, yang sebenarnya merupakan sindiran halus terhadap peristiwa sejarah Jawa. Contohnya lakon Arjuna Wiwaha, Rajamala dan lain-lain. Hasilnya adalah mengakarnya kisah-kisah tersebut dengan para tokohnya di hati sanubari orang Jawa bahkan telah menjadi identitas kejawaan. Berikutnya pada masa kolonial Belanda, budaya Barat masuk ke Nusantara dengan intensif seiring dominasi penjajahan. Namun selain beberapa ide artistik yang bersifat sebagai kosmetik dan tambahan belaka, nampaknya tak banyak pengaruh Barat yang memberikan perubahan, apalagi hingga taraf mendasar pada aspek visual wayang kulit Jawa secara umum lihat Gambar 2. Wayang Kulit Cirebon Warisan Diplomasi Seni Budaya 147 Gambar 2 Skema yang menggambarkan masuknya gelombang demi gelombang pengaruh asing ke Nusantara, berikut diplomasi dan akulturasi budaya yang terjadi. 5 Visual Wayang Kulit Cirebon Dalam visual wayang kulit Cirebon nampak berbagai jejak dari beragam kepercayaan dan kebudayaan. Ragam hias megamendung-wadasan dan kehadiran wayang Buta Liyong sebagai pengaruh budaya Cina, atribut pakaian jubah dan topi pada boneka wayang Dorna sebagai pengaruh Timur Tengah. Lebih lanjut, pada gunungan Jaler Cirebon yang menampilkan wujud Dewa Ganesha sebagai pengaruh Hindu dan gunungan Istri yang dipenuhi motif wadasan. Wayang Cirebon kemudian juga menjadi media diplomasi antara budaya lokal yang telah menyerap budaya India dan Islam dengan budaya Barat, contohnya pada wayang Buta Topi lihat Gambar 3 dan 4. I. Pengaruh Budaya India & Ajaran Hindu-Buddha II. Pengaruh Peradaban & Agama Islam III. Pengaruh Peradaban Barat & Modernitas DAKULTURASI DDIPLOMASI Nusantara Prasejarah Budaya Lokal Asli & Animistik Kerajaan Hindu-Buddha Kerajaan Islam 148 Moh. Isa Pramana Koesoemadinata Gambar 3 Wayang Buta Liyong Naga koleksi Dalang Sudarga kiri, Pandita Dorna tengah dan Buta Topi koleksi Dalang Mansyur, beberapa dari wayang kulit Cirebonan yang mengadopsi ide-ide artistik asing. Foto Haryadi Suadi. Gambar 4 Gunungan Jaler kiri yang menampilkan imaji Ganesha dan gunungan Istri yang dipenuhi motif wadasan, koleksi Ki Dalang Mansyur dari Gegesik, Cirebon. Wayang kulit Cirebon merupakan contoh peralihan dari wayang zaman Hindu-Buddha ke wayang zaman Islam. Ini bisa dilihat karena ia masih menyisakan unsur kuna yang jelas dari imaji-imaji wayang sebelumnya seperti wayang Bali lihat Gambar 5. Dengan mempertahankan unsur-unsur visual tertentu pada wayang Hindu tersebut, wayang kulit Cirebon menjadi media diplomasi yang Wayang Kulit Cirebon Warisan Diplomasi Seni Budaya 149 menghubungkan leluhur dengan generasi berikutnya. Usaha tersebut bertujuan menjaga warisan kuna sekaligus mengawali sistem dan pola visual yang baru untuk wayang Jawa seterusnya masa Islam hingga menghasilkan wayang kulit yang lebih “modern”. Sebagai contoh, wayang Surakarta sebagai puncak penyempurnaan yang unsur-unsur lamanya lebih berkurang, dialihkan atau digantikan, dan telah ditambahkan kehalusan artistik. Gambar 5 Gambar wayang kulit tokoh Bima dari Bali kiri, Cirebon tengah dan Surakarta kanan. Nampak visual wayang kulit Cirebon sebagai jembatan peralihan antara wayang masa Hindu-Buddha dengan wayang masa Islam. Repro Guritno, Lordly Shades Tentunya hal ini tidak terjadi dalam waktu singkat. Hasil diplomasi itu bisa mulai terasa dalam rentang waktu yang lama, sebagai suatu proses “evolusi”, mengikuti tahapan akulturasi, terlihat setelah ratusan tahun kemudian. Nampak adanya suatu strategi budaya jangka panjang yang melatarbelakangi diplomasi ini, dengan tujuan pelestarian sekaligus keterbukaan yang akan melahirkan perkembangan dan pemerkayaan. 6 Wayang Kulit Cirebon dan Dimensi Keislaman Unsur-unsur dakwah Islam pada wayang kulit Cirebon masih tampak jelas, mengingat wayang masih dianggap sebagai media warisan para Wali Sanga dalam usaha dakwah dengan jalan diplomasi seni budaya. Para Wali menambahkan unsur ajaran Islam tanpa menghapuskan ajaran sebelumnya yang selain sudah terlampau mengakar pada masyarakat pribumi, juga berusaha untuk tetap melestarikan unsur-unsur postif universal di dalamnya yang dianggap tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Pewayangan Jawa mengalami perubahan seiring penyesuaian dengan ajaran Islam, baik dari aspek kisah, karawitan, pemaknaan tokoh dan tentunya 150 Moh. Isa Pramana Koesoemadinata visualisasi wayangnya sendiri. Visualisasi yang dulu lebih naturalis-realis, kemudian mengalami distorsi dan stilasi sehingga menjauhi bentuk manusia demi memenuhi syariat Islam. Belum lagi pemaknaannya. Hal ini terjadi karena dukungan penuh dari pihak-pihak penguasa lokal, baik pada masa kerajaan, kolonial hingga republik. Gambar 6 Wayang Gunungan yang bertatahkan aneka kaligrafi Arab berupa tahlil, kalimat syahadat, dan shalawat, kreasi Rastika dari Gegesik, Cirebon. Gambar 7 Siluet wayang tokoh Panakawan Cungkring dengan kalung yang bertuliskan lafaz “Allah” dan wayang Bagalbuntung dengan kalung berlafazkan “Muhammad”. Keduanya koleksi Dalang Kadrawi di Cirebon Foto Haryadi Suadi. Pada wayang Cirebon, umumnya visualisasi ala wayang Hindu masih tersisa kuat. Inilah sebabnya wayang Cirebon bisa dianggap sebagai wayang kuna. Namun di lain pihak banyak wayang kulit Cirebonan kreasi baru telah menam- Wayang Kulit Cirebon Warisan Diplomasi Seni Budaya 151 pakkan pengaruh Islam yang masif. Misalnya wayang Gunungan Jaler kreasi Rastika dari Gegesik dengan menampilkan wujud Ganesha yang tersusun atas kaligrafi Arab, berlafalkan kalimat tahlil, shalawat, dan syahadat lihat Gambar 6. Juga sejumlah kreasi atau modifikasi wayang kulit lainnya lihat Gambar 7. Ini menunjukkan bahwa fungsi diplomasi pada wayang Cirebon tetap berjalan. 7 Rediplomasi Wayang terhadap Perkembangan Kontemporer Yang justru mengancam seni wayang di Indonesia adalah perkembangan budaya populer modern, kemajuan teknologi media dan hiburan yang memicu perubahan pola hidup dan pola pikir yang lebih praktis, pragmatis, serba cepat dan instan, pengutamaan sensasi dan aksi semata, mengurangi kadar perenungan dan spiritualitas. Sebenarnya sejak pertengahan abad ke-20 beberapa pihak praktisi pedalangan Jawa mencoba menyiasati hal ini. Pemakaian sound sistem, lighting, pakeliran padat, boneka wayang yang dimodifikasi termasuk pengembangan wanda baru, kreasi iseng, bisa putus, dan sebagainya, kisah-kisah carangan/anggitan dengan tema dan dialog yang lebih mengkini dan aktual hingga dimasukkannya selingan berupa musik campur sari, tarling, dangdutan, pelawak dan door prize. Termasuk perubahan konstruksi panggung seperti di Jawa Tengah kini menjadi umum yang menyaksikan langsung dari belakang dalang, sehingga bisa menikmati wayang secara utuh dengan warnanya, sekaligus memungkinkan interaksi langsung antara pelaku seni dan pemirsanya. Gambar 8 Siluet boneka wayang Denawa yang telah dimodifikasi agar bisa menampilkan adegan “terpenggal”, koleksi Ki Dalang Mansyur dari Gegesik, Cirebon. Foto Haryadi Suadi. Usaha-usaha ”kompromistis” ini bukanlah tanda dari lenyapnya tradisi atau kekalahan budaya seperti yang selama ini dikhawatirkan, namun merupakan 152 Moh. Isa Pramana Koesoemadinata suatu adanya upaya diplomasi menghadapi budaya modern populer tadi, seperti yang telah terjadi sepanjang sejarah pedalangan itu sendiri. Diplomasi yang dilandasi suatu strategi budaya jangka panjang untuk menghindari konflik terbuka, yang bisa-bisa akan merugikan posisi seni budaya itu sendiri. Wayang Cirebon tetap menjadi duta diplomasi hingga kini, yaitu diplomasi yang mempertemukan dan menyatukan warisan leluhur, aneka budaya, kisah-kisah epik India, ajaran tarekat, isu-isu kontemporer, hiburan modern, media dan teknologi dengan seni kerajinan tradisional, bahan-bahan organik kulit dan tulang kerbau. Diplomasi yang mempertemukan berbagai kepentingan pula, yaitu kepentingan pelestarian budaya, dokumentasi sejarah, propaganda dan dominasi politik, penyebaran agama, pergaulan sosial, perkembangan kesenian dan penerapan teknologi media. Semua pihak terkait sewajarnya memahami kelebihan seni pertunjukan yang satu ini, yaitu hakikat wayang kulit sebagai media diplomasi lintas budaya dan kepercayaan. Wayang kulit Cirebon merupakan refleksi keberhasilan diplomasi lintas budaya di masa lalu dalam skala regional, dan bisa menjadi proyeksi dari suatu alternatif keberhasilan diplomasi di masa depan dalam skala global, bahkan universal lihat Gambar 8. Hal ini direfleksikan juga oleh sejarah Cirebon yang pernah jaya sebagai kerajaan yang berdiri di atas pluralitas budaya, etnis, kepercayaan dengan wilayahnya yang berada di pesisir, persilangan Sunda-Jawa dan tentunya karena wataknya yang terbuka dan tanggap pada dunia luar. Sesuai dengan asal kata “caruban” yang bermakna “campuran”. 8 Kesimpulan Nenek moyang bangsa Asia Tenggara, dalam hal ini di Jawa, Cirebon, telah mempraktikkan konsep think globally, act locally, terbukti dari adaptasi kisah-kisah India ke dalam media seni wayang kulit. Mereka sudah memahami dan menyadari prinsip primordialisme, di mana produk-produk budaya asing akan lebih bisa diakui dan dianggap sebagai milik sendiri, jika ada berbagai ikon lokal yang ditambahkan. Dalam hal ini tokoh dan konteks lokal Jawa yang ditambahkan dalam kisah Mahabharata dan Ramayana. Ini membuktikan kemampuan diplomatis seni wayang dalam menyaring dan menyerap budaya asing, sekaligus menjadikannya lokal, atau untuk sekedar memperkaya karya lokal. Demikian pula halnya dalam dimensi syiar Islam yang dilakukan para Wali, yaitu memasukkan unsur-unsur Islam pada aspek visual dan nonvisual. Sepanjang sejarahnya perkembangan wayang di Jawa tidak terlepas dari dukungan pihak-pihak berpengaruh, baik para Wali, penguasa-penguasa lokal Wayang Kulit Cirebon Warisan Diplomasi Seni Budaya 153 masa kerajaan, masa kolonial hingga pemerintahan zaman republik. Ini memperlihatkan bahwa para penguasa lokal pun menyadari kekuatan wayang sebagai media diplomasi untuk berbagai kepentingan. Sedangkan dari sudut pandang keislaman, media wayang kulit ini merupakan suatu contoh yang menarik, inspiratif, bahkan ideal dalam sejarah dakwah di Pulau Jawa. Referensi [1] Azra, A. 2006. Islam in the Indonesian World An Account of Institutional Formation, Bandung Mizan Pustaka. [2] Budiono, K. 1986. Karya Skripsi. Rupa Wayang Kulit Cirebon, Studio Seni Patung, Jurusan Seni Murni, FSRD, Institut Teknologi Bandung. [3] Cohen, 1997. An Inheritance from the Friends of God The Southern Shadow Puppet Theatre of West Java, Indonesia, Dissertation, Faculty of the Graduate School of Yale University. [4] Djajasoebrata, A. 1999. Shadow Theatre in Java The Puppets, Performance & Repertoire, Amsterdam The Pepin Press. [5] Guritno, H. & Pandam. 1989. Lordly Shades Wayang Purwa Indonesia, Jakarta PT. Jayakarta Agung Ofset. [6] Hardjowirogo, R. 1953. Sedjarah Wajang Purwa, Jakarta Balai Pustaka. [7] Holt, C. 2000. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia. Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, Bandung Penerbit Artline. [8] Kantor Pariwisata Seni & Budaya. 2003. Cerita Galur Wayang Kulit Purwa Cirebon, Bagian 1-Kasultanan Kanoman, Kantor Pariwisata Seni dan Budaya, Kabupaten Cirebon. [9] Lombard, D. 1996. Nusa Jawa Silang Budaya-Kajian Sejarah Terpadu-Bagian I, II & III, Jakarta Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. [10] Poespaningrat, 2005. Nonton Wayang dari Berbagai Pakeliran, Yogyakarta Kedaulatan Rakyat. [11] Pramana, 2007. Karya Tesis, Tasawuf dan Perupaan pada Wayang Kulit Purwa Cirebon dan Surakarta, Program Magister Seni Rupa dan Desain, ITB [12] Purjadi. 2007. Pengetahuan Dasar Wayang Kulit Cirebon, Badan Komunikasi Kebudayaan & Pariwisata Kabupaten Cirebon. [13] Sajid, 1971. Bauwarna Kawruh Wayang, Djilid 1-2, Surakarta Penerbit Widya Duta. [14] Simuh. 1995. Sufisme Jawa Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, Yogyakarta Yayasan Bentang Budaya. [15] Sunardjo, U. 1983. Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cerbon 1479-1809, Bandung Tarsito. [16] The Times Travel Library. 1990. Cirebon, Singapore Times Editions. [17] Karnjanatawe, K, Poetry in Motion, Bangkok Post, 10 September 2009. 154 Moh. Isa Pramana Koesoemadinata [18] Hui, Keeper of Tradition, The Star Online, lifestyle/ 6321 7 Oktober 2006. [19] The Ramayana in Southeast Asia. Malaysia, SEARama/Rama [20] Wright, Islam and the Malay Shadow Play Aspects of the Historical Mythology of the Wayang Siam, article/read/791 5 September 2008. ... City branding efforts can be carried out through a variety of creative ideas such as combining the values of local wisdom with global values which are the common goals of the entire nation. By adopting the concept of "think globally, act locally" which is widely practiced by the ancestors of the Southeast Asian nation Koesoemadinata 2013, city branding efforts can be carried out not only based on the values of local wisdom in the city but also based on one of the pillars of SDGs in this case, the environmental concern as a global agreement is capable of being the basic, authentic and comprehensive of city branding efforts. According to Sameh et al. 2018 there are three main approaches to promoting the city, there are the city's core values, characteristics, and aspirations. ...... City branding efforts can be carried out through a variety of creative ideas such as combining the values of local wisdom with global values which are the common goals of the entire nation. By adopting the concept of "think globally, act locally" which is widely practiced by the ancestors of the Southeast Asian nation Koesoemadinata 2013, city branding efforts can be carried out not only based on the values of local wisdom in the city but also based on one of the pillars of SDGs in this case, the environmental concern as a global agreement is capable of being the basic, authentic and comprehensive of city branding efforts. According to Sameh et al. 2018 there are three main approaches to promoting the city, there are the city's core values, characteristics, and aspirations. ...... Koesoemadinata [8] argues that wayang kulit is a traditional art that has long developed in Southeast Asia. In Indonesia, Malaysia and Thailand, in addition to local stories, wayang kulit presents stories from India, Ramayana and Mahabharata as a medium for teaching Hindu-Buddhist religion. ...Mathematics is a field of science taught since elementary school that discusses patterns or regularities of mathematical concepts and mathematical structures. One of the privileges of mathematics is that mathematics is associated with culture, and one of the responsibilities of the citizens of Indonesia is to preserve its culture. The relationship between mathematics and civilization is known as ethnomathematics. In this case, the researcher takes the culture related to Cirebon wayang kulit. The problem researchers face is that there are no rules for making shadow puppet patterns except by plagiarizing. The wayang kulit taken in this study is the wayang kulit Gunungan Cirebon. However, the researchers took the concept of the Golden ratio as a material to overcome problems in creating patterns for wayang kulit Gunungan Cirebon. This research aims to 1. Knowing the relationship of the golden ratio in making puppet patterns in Gunungan Cirebon. 2. Knowing the relationship between the golden ratio and the wayang kulit philosophy of Gunungan Cirebon. The research method is descriptive qualitative research with interviews, observation, documentation, and measurement data collection techniques. It also uses data analysis, data reduction, presentation, and concluding. The results of this study found that there was a relationship between the golden ratio and the making of wayang kulit patterns in Gunungan Cirebon. The application of the golden ratio in the making of shadow puppet patterns also contains philosophical meanings and symmetry in it.... Following the concept of "think globally, act locally" which is generally adapted, especially in Asian countries Koesoemadinata 2013, Motherstood will start from the local market but with a global vision. It is hoped that implementing things at a local scale will also produce a global impact. ...... Wayang kulit in Cirebon was studied by Koesoemadinata 2013. He mentioned that the story of wayang was initially based on the Ramayana and Mahabarata coming from India. ...... Di berbagai wilayah tersebut juga ditemui cerita-cerita Panji dengan berbagai versi lokal sesuai dengan tempat cerita tersebut tumbuh Andalas & Iswatiningsih, 2020. Contoh lainnya adalah kepopuleran cerita Mahabarata di masa lalu yang kemudian diadaptasi dan digubah ulang ke dalam cerita-cerita lakon pewayangan Jawa dengan berbagai penamaan lakon, seting tempat ataupun waktu yang berbeda Koesoemadinata, 2013. Kondisi ini juga yang patut diduga terjadi pada adanya kesamaan motif cerita pada cerita-cerita yang bermotif "Jaka Tarub". ...Ichda Nabilatin Nisa Eggy Fajar AndalasCerita Jaka Tarub merupakan salah satu cerita rakyat yang hingga saat ini masih lestari dan dikenal banyak masyarakat Nusantara. Sebagai salah satu cerita yang sangat populer, ditemukan beberapa cerita rakyat yang memiliki kesamaan motif dengan cerita Jaka Tarub di beberapa wilayah Nusantara. Adanya kesamaan motif yang muncul di beberapa wilayah Nusantara, yang secara geografis terpaut cukup jauh, menandakan adanya suatu pandangan dunia yang sama dalam kehidupan kultural masyarakat pemilik cerita. Hal ini berkaitan dengan cara pandang dalam melihat posisi laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sosial-budaya. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kesamaan motif Jaka Tarub yang ada dalam cerita rakyat Nusantara dan melakukan kritik sastra feminis atas gambaran objektivitasi perempuan yang ada dalam cerita rakyat Nusantara bermotif Jaka Tarub. Untuk melakukan hal tersebut digunakan metode perbandingan teks dengan perspektif Kritik Sastra Feminis KSF. Sumber data penelitian adalah kumpulan cerita rakyat hasil dokumentasi Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu Yogyakarta. Data penelitian ini berupa kutipan, kata, kalimat, dan tindakan tokoh yang memperlihatkan kesamaan motif Jaka Tarub dan objektivikasi tokoh perempuan. Teknik pengumpulan data menggunakan simak-catat dan teknik analisis data menggunakan penyajian data, reduksi data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat dua belas cerita yang memiliki kesamaan motif cerita dengan Jaka Tarub. Kesamaan motif berada pada unsur alur, tokoh, dan larangan/pantangan. Meskipun begitu, pada unsur lain, seperti nama tokoh, latar waktu, latar sosial, dan latar budaya pada masing-masing cerita berbeda sesuai dengan tempat cerita berasal. Penelitian ini berpendapat bahwa munculnya cerita di wilayah Nusantara bermotif Jaka Tarub ditengari karena dua hal, yaitu popularitas cerita di masa lalu dan migrasi cerita sebagai akibat kontak budaya antarmasyarakat di masa lalu. Di sisi lain, meskipun cerita telah menyebar dan beradaptasi dengan kebudayaan lokal, tetapi gambaran terhadap objektivikasi perempuan masih ditemukan pada seluruh cerita. Hal ini memperlihatkan kesamaan prespektif masyarakat mengenai fantasi laki-laki terhadap tubuh perempuan meskipun berbeda daerah.... Misalkan, Lombok, Banjarmasin, Palembang, Melayu dan daerah lainnya. [1] Jenis wayang di Indonesia ada 8, yaitu Wayang Beber, Purwa, Madya, Gedog,Menak, Babad, Modern dan Topeng. Wayang Wong, Wayang Golek dan Wayang Kulit termasuk bagian dari Wayang Purwa. ...Kristus Andi Ekop> Game, selain dikaitkan dengan teknologi dan seni, juga dapat dikaitkan dengan budaya yang hidup dalam masyarakat. Penikmat seni hanya dapat merasakan pertunjukkan ketika ada pertunjukkan langsung live dan berbiaya mahal. Disisi lain, pengenalan seni hanya, dalam hal ini wayang, hanya dilakukan dalam lingkungan terbatas. Agar pengenalan seni menjadi tidak terbatas yaitu dengan produk versi elektronik. Yaitu pemindahan versi tradisional ke layar komputer. Adapun inovasinya adalah dari versi 2D menjadi versi 3D untuk Pemain tunggal. Dan inovasi lainnya adalah dengan menggunakan koneksi jaringan untuk pemain banyak multi user. Sehingga pemain tidak dibatasi dalam satu jaringan dalam satu kota, tetapi berbeda kota atau bahkan berbeda negara. Awal pembuatan dengan mengetahui kebutuhan sistem, maka dapat memberikan gambaran penyelesaian masalah. Analisis kebutuhan sistem meliputi kebutuhan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat, baik orang, sistem maupun berupa perangkat. Adapun pemangku kepentingan yang terlibat adalah pengguna user, programer, perangkat lunak dan perangkat keras. Dihasilkan Aplikasi komputer Game Wayang Kulit yang bergenre side scroller game. Side scroller game yaitu salah satu genre game dimana pemain diharuskan bergerak searah di alur yang disediakan. Pemain diharuskan untuk berjalan, meloncat, serta menghindari rintangan-rintangan. Aplikasi ini dimainkan oleh multi user. Dengan semakin murahnya gadget maka membuka peluang kemudahan perolehan seni tradisional watang kulit ini, sehingga generasi milenial semakin mengenal seni tradisonal. kentang Kentang adalah salah satu tumbuhan yang berkembang biak secara vegetatif, yaitu dengan umbi batang. Siti memperoleh informasi tentang harga kentang di salah satu toko. Berikut adalah informasinya. Toko tersebut hanya menjual 50 bungkus untuk paket 1 kg dan 75 bungkus untuk paket 5 kg. Berapa uang yang akan diperoleh toko tersebut Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Wayang merupakan warisan leluhur yang sangat terkenal, tidak hanya di Indonesia tetapi sampai ke mancanegara. Bahkan pada 7 November 2003, wayang sudah diakui sebagai salah satu warisan budaya asli Indonesia oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization UNESCO.Secara definisi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, wayang berarti boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional Bali, Jawa, Sunda, dan sebagainya, biasanya dimainkan oleh seseorang yang disebut kata "wayang" berasal dari kata "ma Hyang", yang artinya menuju spiritualitas sang kuasa. Namun, banyak masyarakat yang juga percaya bahwa kata "wayang" berasal dari teknik pertunjukan yang mengandalkan bayangan atau bayang. Ibo, 2018 Perkembangan wayang dari masa ke masa pun sangat signifikan. Dahulu, wayang hanya terbuat dari kulit saja, namun sekarang ada banyak sekali ragam wayang seperti wayang bambu, wayang kayu, sampai ke wayang orang. Wayang KulitPada awalnya, wayang kulit diciptakan sebagai hiburan semata, namun seiring dengan antusiasme warga yang begitu besar, pertunjukan wayang kulit juga dijadikan bisnis dan ritual sakral untuk beberapa acara hanya menjadi ladang bisnis dan hiburan semata, pertunjukan wayang kulit pernah menjadi salah satu cara paling ampuh dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa yang dilakukan oleh Wali Songo. Seiring berkembangnya zaman, pertunjukan wayang kulit sangat jarang sekali nampak di desa maupun kota-kota di Indonesia. Pertunjukan wayang kulit seakan hilang ditelan bumi. Meskipun begitu, teknologi berhasil menyelamatkan pertunjukan wayang kulit yang semakin jarang ini. Sekarang, masyarakat bisa dengan mudah menonton pertunjukan wayang kulit melalui media sosial Youtube, cukup ketik keyword "wayang kulit" dan kita bisa dengan mudah menemukan berbagai macam pertunjukan, dari mulai komedi, horor, maupun cerita IndonesiaKonsep Circuit of Culture yang diperkenalkan oleh Stuart Hall memiliki lima elemen penting yaitu representasi, identitas, produksi, konsumsi, regulasi, kelima elemen ini saling berhubungan antara satu dengan lainnya. 1 2 3 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya . 145 51 221 268 142 11 256 102

wayang kulit sebagai salah satu warisan leluhur khususnya dari keraton